Minggu, 12 Oktober 2014

BAHASAN UMUM AKHIR ZAMAN

            HALAL HARAM II



Pada bahasan ini,kami ingin melanjutkan bahasan kitab “ Diyaul qulub wal uqul “ yang masih berkaitan dengan hal permasalahan pada artikel sebelumnya.


“Atau sesuatu yang ditetapkan dan diputuskan atas perbendaharaan Negara , Atau atas amal yang dari padanya terkumpul barang yang halal dan haram.Jika tidak diketahui pemasukkan penguasan atau sultan kecuali dari barang haram , maka harta itu juga semata mata Muthlaq Haram. Apalagi dapat diketahui secara meyakinkan bahwa perbendaharaan Negara itu mencakup dari adanya harta yang halal dan juga haram, serta harta benda itu yang diberikan kepadanya mengandung kemungkinan dari yang Halal, Namun pada umumnya ada mengandung kemungkinan dari barang-barang yang haram, Sebab pada umumnya harta sultan atau penguasa dimana dalam akhir zaman sekarang ini adalah HARAM, sedangkan harta yang halal ditangan mereka hampir-hampir tiada ada lagi ya’ni langka.


Dalam permasalahan ini Ulama berbeda pendapat, sebagian ada yang berpendapat : Setiap apa yang saya tidak yakini bahwasanya sesuatu itu haram, Maka saya berhak untuk mengambilnya


Sebagian ulama lain berpendapat lagi : Tidak halal bagi aku untuk mengambil sesuatu yang tiada Nampak bahwasanya sesuatu itu Halal, Dikarenakan syubhat itu tiada halal sama sekali.


Namun yang pertengahan adalah pendapat yang telah kami kemukakan yang terlebih dahulu. Yaitu : Mengenai ketetapan Hukum, bahwa apabila sesuatu harta itu yang paling banyak terdiri dari haram, maka harta itu hukumnya Haram. Dan apabila harta itu yang paling banyak halal dalam kadarnya , namun padanya terdapat keyakinan akan keharamannya maka harta itu tempat berhenti ya’ni Tawakuf ( diamkan dan jangan digunakan) , sebagaimana yang sudah kami sebutkan terdahulu. Namun terhadaporang yang Wara’ hendaklah dia berlaku Wara’(berhati-hati, ya’ni meninggalkannya), maka itu yang paling tepat.


Sebagian Ulama tiada mau mengambil pemerian sultan atau penguasa pada zaman dahuku , hanyalah karena bersikap Wara’ sebab mereka takut kalau menjadi ketergantungan dikemudian hari ataslegiatan kehidupan agama. Dan lagi agar tiada menaggung sesuatu  yang tidak Halal  ( ya’ni Haram dan syubhat) didalam dirinya. NAH! Ini sultan ya’ni penguasa zaman dulu , kalau sultan atau penguasa sekarang bagaimana? , Jawab sendiri oleh kita ( ya jelas sudah zalim, zaman dulu saja begitu apalagi zaman dekat kiamat sekarang , ya jelas-jelas penguasanya ZALIM , ngapa susah-susah menjawab ^_^)


(Kitab Diyaul Qulub Wal Uqul , hal 230-231)


         
Jadi dalam bahasan kedua ini ppengarang membahaskan tentang Harta penguasa/sultan/presiden/bupati/camat/lurah yang diberikan kepada seseorang, dalam hal ini perhukuman menyuruh kita agar berhati-hati dan jangan sembarangan menerima harta/pemberian/hadiah dari penguasa apapun bentuknya mau uang mobil dll yang dalam hal ini ditakutkan adalah harta yang diberikan itu adalah haram.Apabila si penguasa yg memberikan pemberian itu tidak diketahui dari mana asal pendapatannya atau tidak diketahui apakah yang diberikan itu berasal dari yang halal atau yang haram ,dan jika pendapatan penguasa itu dari harta yang haram , maka itu sudah pasti Haram Muthlaq dan Wajib bagi kita menjauhi untuk menerimanya. INGAT!!! Wajib , bukan Sunnah , dikarenakan barang/hadiah yg diberikan itu berasal dari yang haram yang tiada di Ridhai oleh Allah.


Saudaraku se iman , Dalam Hal ini gajih si penguasa berasal dari Khas/Perbendaharaan Negara, Namun pada saat ini pun Perbendaharaan Negara itu sudah bercampur antara halal dan haram yang salah satunya didapat dari pemungutan pajak dari sesama Muslim , disamping itu walaupun ada kemungkinan halalnya karena bercampur (syubhat) namun pengarang sudah memaparkan bahwa Terbanyak Harta Penguasa/Sultan/presiden/Bupati/gubernur/walikota/lurah pada zaman Sekarang ini adalah HARAM , sedangkan yang halal sudah hampir tidak ada lagi atau langka dikarenakan tadi , yaitu pendapatannya berasal dari Khas/perbendaharaan Negara yang juga bercampur yang terbanyak Haram, Maka dari itu berhati hatilah wahai saudaraku jangan sampai kita acuh dan tertipu dalam hal ini , kami mengungkapkan sesuai Ilmu apa adanya yang HAK agar kita semua selamat menuju keselamatan , kan itu yang dicari? ^-^


Selanjutnya, pengarang memaparkan pendapat/pandangan Ulama dalam hal demikian , Ada sebagian Ulama Pertama berpendapat bahwa mereka mengambil harta dari penguasa itu selama iya yakin dan tiada keraguan bahwa harta itu halal dan tiada beranggapan sedikitpun bahwa harta itu haram.Dan pendapat kedua yaitu sebagian Ulama lain juga berpendapat bahwa : Mereka tidak akan mengambil sedikitpun dikarenakan adanya syubhat atau ketidakpastian apakah harta yang diberikan itu halal atau haram , jadi pendapat ulama yg kedua ini mereka tidak akan mengambil dikarenakan adanya kesyubhatan dan mereka berpendapat bahwa syubhat itu berarti tidak halal, berarti mereka sangat menjaga diri mereka dari menerima dan lebih-lebih mengkonsumsi barang yang bukan Halal , baik itu syubhat lebih-lebih yang haram..mereka riada mau.


Namun disini pengarang lebih menganjurkan kita untuk memakai pendapat yang dikemukakan pengarang pada bahasan sebelumnya atau di awal kitab yang tidak kami muatkan disini , yaitu : Apabila harta itu yang paling banyak kadar/kandungannya adalah haram, maka harta itu hukumnya HARAM.Dan apabila harta itu paling banyak halal dalam kadarnya, namun padanya terdapat keyakinan bahwa harta itu juga masih ada kandungan keharamannya, maka harta itu tempat berhenti atau Tawakaf (atau didiamkan jangan digunakan) , sebagaimana yang sudah kami terdahulu.Namun terhadap orang yang Wara’ hendaklah dia berlaku Wara’ yaitu tidak memakainya sedikitpun dan itu yang paling tepat.


Selanjutnya pengarang juga menjelaskan bahwa sebagian Ulama zaman dulu tiada mau mengambil harta dari penguasa/sultan/presiden/bupati/gubernur dll (kiaskan sendiri, pokoknya apabila ia pemimpin berarti termasuk) , hanyalah karena para Ulama itu bersikap Wara’ sebab mereka takut kalau menjadi ketergantungan dikemudian hari atas kegiatan kehidupan agama , yaitu maksudnya takut ketergantungan terus menerus meminta kpeada penguasa dalam hal untuk mengurus agamanya seperti Untuk Mesjidnya , majelis ta’limnya , pesantrennya yang sudah terjadi dinegri kita ini.tak jauh-jauhlah disekitar kota adminpun banyak sudah Ulama yang demikian yaitu meminta harta penguasa dan bahkan untuk mahsyurpun mendekat kepada penguasa…Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiuun , inilah yang disebut Ulama Dajjal/Ulama su’/Ulama jahat/Ulama dunia.Dan lagi Ulama’ yang berbuat Wara’ demikian yaitu tidak mengambil harta penguasa itu agar tidak menaggung sesuatu yang tidak halal didalam dirinya yaitu supaya tidak ada dalam dirinya mengandung keharaman baik dari segi pakaian makanan dll.


Dan terakhir , Pengarang Mengajak para pembaca dan Jamaah Majelis ta’lim untuk merenung dan berfikir bahwa : Itu adalah Sultan atau penguasa zaman dahulu yang dekat dengan zaman Rasulullah saja begitu yaitu sudah ada zalim , sultan atau penguasa zaman sekarang bagaimana?.....ya sudah Zalim sekali ^-^ , oleh sebab itulah disini kami mengajak semua saudari kami agar sadar dan berhati-hati dalam hal demikian , agar kita tidak rugitidak tertipu dan mendapat keselamatan dunia wal akhirat, Amin..

Wallaahu Warasuluuhu A’lam
Previous Post Next Post Home