HALAL HARAM II
Pada bahasan ini,kami ingin melanjutkan bahasan kitab “ Diyaul
qulub wal uqul “ yang masih berkaitan dengan hal permasalahan pada artikel
sebelumnya.
“Atau sesuatu yang ditetapkan dan
diputuskan atas perbendaharaan Negara , Atau atas amal yang dari padanya
terkumpul barang yang halal dan haram.Jika tidak diketahui pemasukkan penguasan
atau sultan kecuali dari barang haram , maka harta itu juga semata mata Muthlaq
Haram. Apalagi dapat diketahui secara meyakinkan bahwa perbendaharaan Negara
itu mencakup dari adanya harta yang halal dan juga haram, serta harta benda itu
yang diberikan kepadanya mengandung kemungkinan dari yang Halal, Namun pada
umumnya ada mengandung kemungkinan dari barang-barang yang haram, Sebab pada
umumnya harta sultan atau penguasa dimana dalam akhir zaman sekarang ini adalah
HARAM, sedangkan harta yang halal ditangan mereka hampir-hampir tiada ada lagi
ya’ni langka.
Dalam permasalahan ini Ulama berbeda
pendapat, sebagian ada yang berpendapat : Setiap apa yang saya tidak yakini
bahwasanya sesuatu itu haram, Maka saya berhak untuk mengambilnya
Sebagian ulama lain berpendapat lagi :
Tidak halal bagi aku untuk mengambil sesuatu yang tiada Nampak bahwasanya
sesuatu itu Halal, Dikarenakan syubhat itu tiada halal sama sekali.
Namun yang pertengahan adalah pendapat
yang telah kami kemukakan yang terlebih dahulu. Yaitu : Mengenai ketetapan
Hukum, bahwa apabila sesuatu harta itu yang paling banyak terdiri dari haram,
maka harta itu hukumnya Haram. Dan apabila harta itu yang paling banyak halal
dalam kadarnya , namun padanya terdapat keyakinan akan keharamannya maka harta
itu tempat berhenti ya’ni Tawakuf ( diamkan dan jangan digunakan) , sebagaimana
yang sudah kami sebutkan terdahulu. Namun terhadaporang yang Wara’ hendaklah
dia berlaku Wara’(berhati-hati, ya’ni meninggalkannya), maka itu yang paling
tepat.
Sebagian Ulama tiada mau mengambil
pemerian sultan atau penguasa pada zaman dahuku , hanyalah karena bersikap
Wara’ sebab mereka takut kalau menjadi ketergantungan dikemudian hari
ataslegiatan kehidupan agama. Dan lagi agar tiada menaggung
sesuatu yang tidak Halal ( ya’ni Haram dan syubhat)
didalam dirinya. NAH! Ini sultan ya’ni penguasa zaman dulu , kalau sultan atau
penguasa sekarang bagaimana? , Jawab sendiri oleh kita ( ya jelas sudah zalim,
zaman dulu saja begitu apalagi zaman dekat kiamat sekarang , ya jelas-jelas
penguasanya ZALIM , ngapa susah-susah menjawab ^_^)
(Kitab Diyaul Qulub Wal Uqul , hal 230-231)
Jadi dalam bahasan kedua ini ppengarang membahaskan tentang
Harta penguasa/sultan/presiden/bupati/camat/lurah yang diberikan kepada
seseorang, dalam hal ini perhukuman menyuruh kita agar berhati-hati dan jangan
sembarangan menerima harta/pemberian/hadiah dari penguasa apapun bentuknya mau
uang mobil dll yang dalam hal ini ditakutkan adalah harta yang diberikan itu
adalah haram.Apabila si penguasa yg memberikan pemberian itu tidak diketahui
dari mana asal pendapatannya atau tidak diketahui apakah yang diberikan itu
berasal dari yang halal atau yang haram ,dan jika pendapatan penguasa itu dari
harta yang haram , maka itu sudah pasti Haram Muthlaq dan Wajib bagi kita
menjauhi untuk menerimanya. INGAT!!! Wajib , bukan Sunnah , dikarenakan
barang/hadiah yg diberikan itu berasal dari yang haram yang tiada di Ridhai
oleh Allah.
Saudaraku se iman , Dalam Hal ini gajih si penguasa berasal
dari Khas/Perbendaharaan Negara, Namun pada saat ini pun Perbendaharaan Negara
itu sudah bercampur antara halal dan haram yang salah satunya didapat dari
pemungutan pajak dari sesama Muslim , disamping itu walaupun ada kemungkinan
halalnya karena bercampur (syubhat) namun pengarang sudah memaparkan bahwa
Terbanyak Harta Penguasa/Sultan/presiden/Bupati/gubernur/walikota/lurah pada
zaman Sekarang ini adalah HARAM , sedangkan yang halal sudah hampir tidak ada
lagi atau langka dikarenakan tadi , yaitu pendapatannya berasal dari
Khas/perbendaharaan Negara yang juga bercampur yang terbanyak Haram, Maka dari
itu berhati hatilah wahai saudaraku jangan sampai kita acuh dan tertipu dalam
hal ini , kami mengungkapkan sesuai Ilmu apa adanya yang HAK agar kita semua
selamat menuju keselamatan , kan itu yang dicari? ^-^
Selanjutnya, pengarang memaparkan pendapat/pandangan Ulama
dalam hal demikian , Ada sebagian Ulama Pertama berpendapat
bahwa mereka mengambil harta dari penguasa itu selama iya yakin dan tiada
keraguan bahwa harta itu halal dan tiada beranggapan sedikitpun bahwa harta itu
haram.Dan pendapat kedua yaitu
sebagian Ulama lain juga berpendapat bahwa : Mereka tidak akan mengambil
sedikitpun dikarenakan adanya syubhat atau ketidakpastian apakah harta yang
diberikan itu halal atau haram , jadi pendapat ulama yg kedua ini mereka tidak
akan mengambil dikarenakan adanya kesyubhatan dan mereka berpendapat bahwa
syubhat itu berarti tidak halal, berarti mereka sangat menjaga diri mereka dari
menerima dan lebih-lebih mengkonsumsi barang yang bukan Halal , baik itu
syubhat lebih-lebih yang haram..mereka riada mau.
Namun disini pengarang lebih menganjurkan kita untuk memakai
pendapat yang dikemukakan pengarang pada bahasan sebelumnya atau di awal kitab
yang tidak kami muatkan disini , yaitu : Apabila harta itu yang paling banyak
kadar/kandungannya adalah haram, maka harta itu hukumnya HARAM.Dan apabila
harta itu paling banyak halal dalam kadarnya, namun padanya terdapat keyakinan
bahwa harta itu juga masih ada kandungan keharamannya, maka harta itu tempat
berhenti atau Tawakaf (atau didiamkan jangan digunakan) , sebagaimana yang
sudah kami terdahulu.Namun terhadap orang yang Wara’ hendaklah dia berlaku
Wara’ yaitu tidak memakainya sedikitpun dan itu yang paling tepat.
Selanjutnya pengarang juga menjelaskan bahwa sebagian Ulama
zaman dulu tiada mau mengambil harta dari
penguasa/sultan/presiden/bupati/gubernur dll (kiaskan sendiri, pokoknya apabila
ia pemimpin berarti termasuk) , hanyalah karena para Ulama itu bersikap Wara’
sebab mereka takut kalau menjadi ketergantungan dikemudian hari atas kegiatan
kehidupan agama , yaitu maksudnya takut ketergantungan terus menerus meminta
kpeada penguasa dalam hal untuk mengurus agamanya seperti Untuk Mesjidnya ,
majelis ta’limnya , pesantrennya yang sudah terjadi dinegri kita ini.tak
jauh-jauhlah disekitar kota adminpun banyak sudah Ulama yang demikian yaitu
meminta harta penguasa dan bahkan untuk mahsyurpun mendekat kepada
penguasa…Innalillahi wa inna ilaihi ra’jiuun , inilah yang disebut Ulama
Dajjal/Ulama su’/Ulama jahat/Ulama dunia.Dan lagi Ulama’ yang berbuat Wara’
demikian yaitu tidak mengambil harta penguasa itu agar tidak menaggung sesuatu
yang tidak halal didalam dirinya yaitu supaya tidak ada dalam dirinya
mengandung keharaman baik dari segi pakaian makanan dll.
Dan terakhir , Pengarang Mengajak para pembaca dan Jamaah Majelis
ta’lim untuk merenung dan berfikir bahwa : Itu adalah Sultan atau penguasa
zaman dahulu yang dekat dengan zaman Rasulullah saja begitu yaitu sudah ada
zalim , sultan atau penguasa zaman sekarang bagaimana?.....ya sudah Zalim
sekali ^-^ , oleh sebab itulah disini kami mengajak semua saudari kami agar
sadar dan berhati-hati dalam hal demikian , agar kita tidak rugitidak tertipu
dan mendapat keselamatan dunia wal akhirat, Amin..
Wallaahu Warasuluuhu A’lam